Jumat, 27 Desember 2013

Tsunami dan Aceh

Kemarin tanggal 26 Desember adalah tanggal dan bulan yang akan selalu diingat dan dikenang oleh seluruh masyarakat Aceh. Karena pada tanggal dan bulan itu, kami merasakan duka yang begitu mendalam, walaupun tahun demi tahun berlalu tapi rasa kehilangan tetap ada, rasa ketakutan akan bencana yang sama tak lekang dalam ingatan. Kemarin setiap mesjid-mesjid dibanjiri oleh masyarakat Aceh dari berbagai daerah untuk melakukan zikir bersama, mengirim doa untuk para syuhada korban tsunami yang telah mendahului 9 tahun silam. Dan momen ini akan terus terjadi setiap tanggal 26 Desember. Tak terasa sudah 9 tahun tsunami berlalu, dulu aku masih kelas 1 SMP, aku ingat pagi itu saat gempa terjadi aku sedang menonton film doraemon. Saat merasakan gempa, aku mengira kakakku menjahiliku dengan menggoyang-goyangkan kursinya. Aku celingukan ke sana kemari tapi tak ku temukan siapapun. Dari arah dapur Mamak datang dan mengajakku lari keluar rumah. Saat itu aku begitu ketakutan karena belum pernah sekalipun aku merasakan gempa sekuat itu. Aku mengira hari itu kiamat, apalagi beberapa jam kemudian aku melihat mayat-mayat bergelimpangan. Awalnya kami mengira ada banjir bandang, karena katanya airnya merembes di jalan raya dan semakin lama semakin deras. Aku tidak pernah menyangka kalau ternyata bukan banjir tetapi gelombang tsunami yang maha dahsyat. Walaupun rumahku tidak terkena gelombang tsunami tapi kampung nenekku di Lhokruet, Sampoiniet, habis digulung tsunami, hanya menyisakan sisa-sisa bangunan tanpa atap dan tembok lagi. Saat tsunami terjadi, nenekku berada di rumah bundaku (adik bapak) di Calang, Aceh Jaya. Dan beliau meninggal, tanpa ditemukan mayatnya, begitu juga dengan bunda, oom, dan beberapa sepupuku. Ibu dan 4 orang adik bapak meninggal saat tsunami terjadi dan tidak ada satupun mayatnya yang ditemukan. Saat itu aku melihat bapak begitu berduka dan stress. Makanya sekarang kalau lebaran tiba, aku iri melihat teman-temanku bisa pulang ke kampung orangtuanya, sedangkan aku lebaran hanya bisa di rumah. Kalaupun kita pulang ke Sampoiniet hanya untuk ziarah ke kuburan kakek, dan singgah ke kebun bapak, duduk-duduk sebentar lalu kembali lagi ke Banda Aceh. Makanya kadang-kadang kalau diajak pulang ke sana aku agak malas karena harus pulang-pergi dalam satu hari.
Tsunami membawa banyak duka dan juga suka. Duka karena kehilangan banyak saudara, sahabat, teman, dan kerabat. Tapi sukanya adalah karena tsunami tidak ada lagi konflik senjata di Aceh. Aku tinggal di Banda Aceh, tapi di sekelilingku adalah Aceh Besar, ya aku tinggal di Kopelma Darussalam. Di komplekku ini terbilang aman saat konflik. Tidak ada tentara maupun GAM yang mengganggu atau datang ke rumah kami. Tapi karena kami tinggal di kelilingi Aceh Besar maka tak jarang kami mendengar kontak senjata di malam hari. Terkadang lagi enak-enak tidur, suara kontak senjata terdengar. Mamak langsung membangunkan aku dan menyuruhku untuk tiarap. Mataku seketika terbuka lebar dan langsung tiarap di lantai, jantungku dag dig dug ketakutan. Walaupun tidak pernah diganggu tapi mendengar suara kontak senjata selalu membuatku ketakutan. Apalagi dulu kita tidak pernah bisa menikmati suasana malam dengan nyaman, nggak bisa seperti sekarang dengan bebas keluar malam atau jalan-jalan malam bersama keluarga. Semua lebih memilih diam di rumah. Seperti terpenjara di kota kita sendiri. Dulu juga kalau mau ikutan lomba di majalah susah banget menangnya karena tinggal di Aceh, Band ibukota juga jarang banget mau datang ke sini. Banyak deh suka dukanya saat konflik terjadi. Walaupun aku nggak pernah tahu bahwa konflik RI dan GAM ternyata sudah terjadi selama 32 tahun. Karena aku tinggal di Banda Aceh, aku tidak pernah melihat bagaimana peristiwa konflik yang memakan korban jiwa, aku hanya mendengar kontak senjata sesekali dan demontrasi yang dilakukan mahasiswa, selebihnya bisa dibilang aman. Makanya saat perdamaian MOU Helsinki terjadi, baru saat itulah aku sadar bahwa ternyata konflik di Aceh sudah terjadi selama 32 tahun. Aku tidak pernah mengira bisa selama itu. Kemudian lagi, sukanya itu pembangunan di Aceh semakin banyak karena banyaknya bantuan-bantuan yang datang. Walaupun sedihnya juga ada. Setelah tsunami bukannya maksiat berkurang tetapi malah semakin banyak terjadi. Kadang kalau aku baca berita aku jadi malu sendiri. Aceh yang katanya kota syariat, serambi mekkah, tetapi sikap dan perilaku masyarakatnya masih banyak yang menyimpang. Salah satunya yang membuatku miris adalah masih banyak orang yang berlalu lalang saat azan magrib tiba. Saat salat jumat pun banyak warung kopi yang masih beroperasi, pintunya saja yang ditutup padahal di dalamnya masih banyak pengunjungnya, terutama laki-laki. Dan masih banyak sebenarnya perbuatan maksiat lainnya jika mau lebih peka dan membuka mata. Memang persoalan moral dan akidah susah sekali untuk dikontrol karena itu semua kembali pada setiap individu. Pemerintah boleh mewacanakan program apapun tapi jika dalam diri individunya tidak mau maka sangat sulit untuk dipaksa. Satu harapan yiatu agar kita bisa menjadi individu yang lebih baik, belajar dari pengalaman diri sendiri maupun orang lain, semoga tercipta kedamaian dan kesejahteraan di Bumi Aceh dan semoga para syuhada korban tsunami bisa mendapat tempat terbaik di sisi-Nya, diterima amal ibadahnya, dan dihapuskan segala dosanya.

Minggu, 22 Desember 2013

Hari Ibu

Selamat hari ibu untuk seluruh ibu-ibu hebat di dunia. Khususnya untuk ibuku tersayang, Hj.Rosni S.Sos :)
Mamak adalah ibu terhebat sekaligus malaikat pelindung yang telah dikirim Tuhan untukku. Aku bahagia terlahir dari seorang ibu seperti beliau. Mamak yang sangat protect terhadap kami anak-anaknya. Terutama over-protect kepadaku karena aku anak bungsu dan kata mamak, aku anaknya penakut. Kebiasaan yang selalu mamak tanyakan padaku setiap mau mandi atau pergi adalah "mau kemana?" Itu pertanyaan wajib yang tidak pernah lupa beliau tanyakan. Sampai aku hafal dengan kalimat itu. Saking seringnya, aku hanya menjawab dengan simpel "Adek mau pacaran, Mak". Lalu aku nyengir dan ngeloyor pergi. Mamak juga ibu yang paling disiplin sama anak-anaknya. Dulu waktu kita masih sekolah, beliau paling nggak suka kalau kita malas ke sekolah apalagi sampai berpura-pura sakit. Beliau selalu tahu jurus-jurus "sakit pura-pura" yang aku lakukan. Dulu juga aku suka lupa sarapan pagi, alasan aku karena takut telat ke sekolah. Tapi beliau selalu punya cara supaya aku mau sarapan, yaitu dengan menyuapiku. Kalau sudah begitu, aku tidak punya alasan lagi menolak. Aku ingat saat aku diterima di SMA Labschool, mamak begitu senang, karena masuk ke situ juga atas paksaan beliau. Demi menuruti keinginan beliau aku belajar supaya bisa lulus tes masuknya. Bahkan aku rela harus sekolah dari pagi sampai sore. Padahal aku punya kebiasaan dari kecil yaitu "tidur siang". Jadi kalau sudah siang, mulai deh mulut nguap-nguap dan mata sayu-sayu. Makanya kalau pelajaran sekolahnya yang di pukul 2 siang, aku paling nggak semangat belajar, dalam hati terus aku lafalkan "ayooo dong bel keluarnya bunyi, ayo dooong".
Saat aku mengalami masa-masa paling down beberapa tahun lalu, mamak selalu mencoba menghiburku. Setiap malam, mamak akan mengajakku pergi dan keliling kota Banda Aceh, dan aku hanya duduk di dalam mobil sambil melihat keluar jendela dengan pandangan hampa. Dan setiap minggu mamak akan mengajakku ke laut karena mamak tahu aku paling suka ke pantai dan menikmati suara ombak dan suasana laut. Mamak bilang supaya aku tidak stress karena terus mengurung diri di kamar.
Happy mother's day, mom. Terima kasih untuk semua kebaikan dan kasih sayangnya. Satu impian aku adalah aku bisa lulus S1 komunikasi dengan predikat cumlaude. Supaya saat hari aku di wisuda nanti mamak bisa duduk di bangku VIP dan menemaniku menerima bungong jaroe dari rektor.
Hal ini bermula saat setahun lalu aku menemani mamak menghadiri acara wisuda kakakku satu-satunya. Alhamdulillah dia lulus sarjana hukum dengan predikat cumlaude. Hari itu aku pergi dengan mamak. Mamak duduk di barisan paling depan karena mendapat undangan sebagai tamu VIP sedangkan aku duduk di tribun bersama para orangtua wisudawan lainnya. Hari itu aku melihat mamak dipanggil ke depan untuk menemani kakakku menerima bungong jaroe dari rektor. Dari tribun aku melihat kejadian itu dengan haru dan meneteskan airmata, aku berkata dalam hati "Beberapa tahun lagi, aku juga akan berdiri di situ ditemani mamak di sebelahku dan menerima bungong jaroe dari rektor". Mulai hari itu aku berusaha belajar dan mendapat nilai-nilai yang baik agar terwujud mimpi aku itu. Memang benar, nilai bukan segalanya, bukan juga penentu kita nantinya sukses atau tidak. Tapi nilai itu aku hadiahkan untuk kedua orangtuaku agar mereka bangga dan merasa bahwa mereka telah berhasil mendidikku hingga menjadi seperti itu. Aku ingin melihat mereka bahagia dan bangga, aku ingin mereka mengatakan "Mamak sama bapak bangga sama adek" :)
Ya, aku ingin mendengar kalimat itu :)
Selamat hari ibu, mamak. Semoga mamak dan bapak suka dengan hadiah yang kami kasih, love you both, the best I ever had...

Rabu, 11 Desember 2013

Matanajwa "Gara-gara KPK"

 Topik Matanajwa malam ini (11/12/13) yaitu “Gara-gara KPK”. Dalam tayangan iini dipaparkan fakta-fakta apa yang dialami KPK selama ini, bagaimana proses penangkapan tersangka yang begitu berbelit-belit, proses penyadapan, cara penyadapannya (seperti menaruh alat sadap pada uang, alat sadap pada pembantu rumah tangga tersangka). Sampai bagaimana para tersangka yang meggunakan jasa dukun/paranormal. Bahkan pernah dalam satu persidangan, tiga orang jaksa yang dihadirkan KPK tidak bisa berbicara saat proses persidangan tersebut berlangsung. Pada waktu itu, mantan Ketua KPK sampai harus meminta bantuan paranormal juga untuk menanggulangi masalah tersebut. Kemudian ada juga yang menyuruh dukun untuk meyantet mantan Ketua KPK. Bahkan menurut security KPK, ada yang datang ke gedung KPK dan menabur garam di lantainya, konon katanya dengan melakukan hal itu maka tersangka bisa terbebas dari jeratan kasusnya. Banyak kelakuan aneh para tersangka, kelakuan aneh itu juga mereka lakukan saat proses penyidikan, ada yang berbicaranya harus melihat ke samping kanan, atau cara duduknya diatur sesuai perintah “you know lah”, dan banyak hal aneh lainnya. Juga ada petugas KPK yang sengaja ditabrak hingga patah kakinya. Menurut Bambang Widjayanto, selama dia menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, praktis aktivitasnya hanya di Kantor dan di rumah. Dia bahkan tidak pernah lagi menghadiri acara-acara sosial seperti kondangan bahkan kondangan ke tempat keluarga dekatnya sendiri. Alasannya, karena dalam acara itu pasti ada acara foto-foto bersama, ditakutkan dengan kecanggihan teknologi sekarang yaitu teknik cropping, takutnya fotonya nanti akan di crop dan dijadikan alat utuk menjerumuskannya. Begitu banyak rintangan menjadi petugas KPK, bahkan nyawa seakan berada diujung tanduk. Identitas para penyidik KPK pun dilindungi, karena harga kepalanya sangat tinggi. Para koruptor sekarang semakin pintar dengan menggunakan sistem operandi yang semakin canggih bahkan memakai jasa akuntan dan tenaga profesional, bekerja cepat utuk menghilangkan barang-barang bukti. Sehingga para penyidik KPK pun bekerja dengan kecepatan waktu, kadang tidak pulang hingga berhari-hari untuk mengumpulkan barang bukti.

Catatan Matanajwa:

1.       Kelangsungan KPK patut disyukuri, berkali-kali digembosi tapi tetap tegak berdiri
2.       Aksi sadapnya mengecutkan nyali, tersangkanya berujung jeruji besi
3.       Anggarannya pernah dipersulit, personilnya dikriminalisasi dan diotak-atik
4.       Semakin keras KPK dikerdilkan, semakin lantang rakyat menyelamatkan
5.       Inilah organisasi yang mengukir wibawa, karena kerja nyata dan bukan citra
6.       Kita perlu terus menjaga, agar KPK tidak dicemari kepentingan peguasa
7.       Bekerja lurus karena bukti, tidak didorong benci atau politik pribadi
8.       KPK selalu bisa tergelicir salah, setiap itu pula rakyat datang memberi arah
9.       Menjadi institusi yang tak boleh kalah, lebih wajib dibela bukan dibuat lemah.

Senin, 09 Desember 2013

Hari Anti Korupsi

Hari ini (katanya) hari anti korupsi sedunia. hmmm, korupsi adalah topik yang paling sering kita dengar di Indonesia saat ini. Setiap menonton tayangan news, selalu ada saja kasus-kasus korupsi baru. Seakan korupsi itu menjadi sesuatu yang dihalalkan atau sesuatu yang sedang menjadi trend sehingga tidak heran semua pejabat melakukannya secara berjamaah. Sulit memang dengan sistem hukum di negara kita yang begitu lemah saat ini untuk menegakkan kasus-kasus itu dengan seadil-adilnya. Karena selama ini faktanya kasus-kasus korupsi yang terungkap kebanyakan hanya ikan-ikan kecil saja, walaupun ada beberapa ikan besarnya. Tapi banyak sekali "ikan-ikan besar" lainnya yang tidak tersentuh hukum. Ya, memang dimanapun tempatnya, yang kaya selalu aman. Untuk mengatasi korupsi memang sulit sekali, tapi mulailah dari diri kita sendiri, terutama para generasi muda. Jika merubah generasi tua begitu sulit maka mulailah untuk merubah yang muda, dengan melakukan "character building". Ayo tanamkan dalam diri kita rasa malu mengambil milik orang lain. Mulai dari sekarang, tumbuhkan rasa malu untuk tidak mengambil "apapun" milik orang lain tanpa seizin orang tersebut. Budayakan rasa malu, tanamkan nilai dan moral yang baik pada generasi muda. Sebenarnya penyebab orang-orang korupsi ada beberapa hal. Pertama, rendahnya moral sehingga tidak ada rasa malu ketika mengambil sesuatu yang bukan hak dan miliknya. Kedua, karena dorongan ekonomi untuk dapat hidup yang lebih baik. Ketiga, dorongan istri dan anak (bagi yang sudah menikah), dorongan-dorongan itu yang menjadi motif awal seseorang melakukan korupsi, karena tuntutan-tuntutan istri dan anak yang berlebihan, minta beli ini dan itu, yang akhirnya membuat seseorang itu melakukan korupsi untuk membahagiakan keluarganya. Banyak juga hal lain sebenarnya. Kita jangan selalu menyalahkan pemerintah ataupun hukum yang begitu lemah, tapi kita sebagai masyarakat juga harus ikut andil dalam membantu pemerintah. Kalau seandainya semua orang berperilaku baik, bermoral, dan tahu malu, maka tidak akan ada para koruptor di muka bumi ini. Selamat hari anti korupsi, semoga semua koruptor di negeri ini mendapat hidayah dan segera bertaubat. Semangat untuk para aparatur yang menjalankan tugasnya menangkap para koruptor supaya lebih jujur dan amanah :)

Minggu, 01 Desember 2013

Resensi dan Kritik Film "Batas"

Minggu kemarin, aku mendapatkan tugas midterm Penulisan Kreatif untuk menonton film Batas dan membuat reportase, resensi, dan kritik tentang film tersebut. Untuk reportasenya sendiri tidak begitu rumit memang, karena dulu sempat magang jadi wartawan. Tapi untuk urusan menulis resensi dan kritik adalah persoalan baru buat aku. dari semua tulisan artikel, hanya opini dan feature yang pernah beberapa kali aku tulis. Sedangkan untuk resensi dan kritik belum pernah sekalipun. Tentunya juga bukan perkara mudah untuk aku pribadi menilai sebuah film. karena setiap orang punya sudut pandangnya masing-masing. Dan karena bisa tidak bisa tugas harus tetap dibuat, maka inilah dia hasilnya, jreng jreng jreng jreng...

RESENSI FILM BATAS
Judul : Batas
Produser : Marcella Zalianty
Sutradara : Rudi Soedjarwo
Penulis : Slamet Rahardjo
Pemain            : Marcella Zalianty, Arifin Putra, Piet Pagau, Jajang C Noer, Ardina Rasti, Otiq Pakis, Norman Akyuwen, Marcell Domits, Alifyandra, Tetty Liz Indriati.

Antara Keinginan dan Kenyataan


Batas merupakan film yang menceritakan tentang seorang perempuan yang bernama Jaleswari, yang begitu ambisius dan totalitas dalam bekerja. Dia berani ditugaskan ke daerah pelosok Kalimantan yang terisolir dengan kondisi yang sedang hamil. Hal ini juga dilakukan untuk pelariannya melupakan kematian suami yang dicintainya, hingga ia berani mengambil segala resiko yang mungkin akan terjadi selama ia berada dalam daerah penugasan. Misinya yaitu untuk mencari tahu apa yang menjadi kendala sehingga program Corporate Social Responsibillity (CSR) di bidang pendidikan yang dilakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja tidak berjalan dengan baik dan maksimal di Borneo, daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan. Semua guru yang telah dikirim ke daerah perbatasan tersebut oleh perusahaannya, kembali lagi ke Jakarta dan hal ini berpengaruh terhadap proyek yang sedang dia jalankan. Hanya Adeus yang bertahan menjadi guru di sana, itupun karena dia adalah pemuda asli daerah itu. Untuk itulah, Jaleswari ditugaskan ke daerah tersebut untuk terjun langsung melihat sendiri apa yang terjadi sehingga program CSR perusahaannya tidak berjalan lancar. Kehidupan di pedalaman Kalimantan yang terisolir sangat jauh berbeda dengan kehidupannya di  Jakarta yang serba modern. Selain itu, masyarakat di sana juga memiliki cara pandang yang berbeda dalam memaknai arti garis perbatasan. Masyarakat Borneo lebih mementingkan anak-anaknya untuk bekerja daripada memperoleh pendidikan. Dengan segala kekurangan yang mereka miliki, mereka dihadapkan oleh sebuah perasaan apakah harus tetap tinggal di daerah kelahiran ataukah melewati batas perbatasan Indonesia-Malaysia untuk merasakan surga yang ditawarkan negara tetangga, ideologi bangsa pun diuji. Apalagi dengan batas teritori yang hanya ditandai dengan plang kecil, tanpa adanya pengawasan atau  monitor dari pemerintah, sehingga sangat mudah bagi mereka untuk keluar masuk perbatasan. Selama di sana, Jaleswari mengerti bahwa sistem pendidikan yang diinginkan perusahaannya tidak sesuai dengan keinginan masyarakat setempat.  Dia juga mengalami konflik batin saat berhadapan pada masalah kemanusiaan yang terjadi di daerah itu ataukah hanya terfokus pada misi awalnya yang ditugaskan oleh perusahaan. Persoalannya adalah masyarakat di sana lebih memilih bekerja daripada harus mengenyam pendidikan. Apalagi di sana ada Otik, salah seorang warga Borneo yang menginginkan warga di desa itu tetap bodoh, agar ia bisa dengan leluasa menjual perempuan-perempuan di tempat itu ke negara tetangga. Namun kehadiran Jaleswari yang penuh semangat dan optimistis telah membakar semangat anak-anak di sana, khususnya Borneo, untuk belajar. Tidak hanya itu, ia juga menularkan semangatnya pada Adeus, juga pada Panglima Galiong Bengker (Kepala Suku Dayak) untuk membuat warganya berpendidikan. Film ini juga mengajarkan tentang ideologi, bahwa realitanya banyak masyarakat Indonesia yang hidup di daerah perbatasan,  kemudian tergiur untuk hidup merantau ke negara sebelah yang lebih menjanjikan. Persoalannya adalah seberapa kuatkah kita untuk bertahan antara keinginan dan kenyataan. Selain itu film ini juga menampilkan sebuah daerah di pedalaman Kalimantan yang masih begitu kuat dengan nilai-nilai tradisional dan adat-istiadat yang kental, jauh dari peradaban dan kemajuan, dengan keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya sarana pendidikan. Sebuah gambaran masyarakat dengan kondisi pendidikan yang sangat rendah. Para orangtua terkesan seperti membiarkan anak-anaknya tumbuh tanpa pendidikan, menganggap bahwa bekerja lebih penting daripada belajar, sebuah pemikiran yang sangat berbeda dari masyarakat kota. Tentunya mengubah cara pandang masyarakat yang seperti itu bukanlah hal yang mudah, butuh proses yang tidak sebentar dan tentunya dibutuhkan kesabaran dan pemahaman. Karena untuk bisa memahami orang lain maka harus dipahami dahulu cara berpikir orang tersebut. Padahal banyak anak di sana yang sebenarnya memiliki semangat untuk belajar dan bercita-cita tinggi, seperti Borneo misalnya, yang bercita-cita ingin menjadi presiden. Namun dengan kondisi daerah yang demikian, mereka tidak memiliki pilihan selain melakukan apa yang diharapkan orangtuanya. Terakhir adalah film Batas ini memiliki makna batas yang beragam. Batas berarti sejauh mana batas seorang Jaleswari dalam mengenal lingkungan yang baru ia tinggali dan beradaptasi dengan segala perbedaannya, kemudian juga ada Adeus yang harus berhadapan dengan batas kemampuan dirinya dalam menghadapi masalah yang datang dari Otik, antara ingin memperjuangkan keinginan anak-anak untuk belajar ataukah menyerah pada tekanan-tekanan yang diberikan Otik untuk menghentikan langkahnya tersebut. Batas berarti  masyarakat yang hidup di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Batas berarti hidup dalam keterbatasan pendidikan, sarana-prasarana maupun fasilitas. Batas berarti keterbatasan untuk memilih antara keinginan atau kenyataan.  Dan batas berarti betapa budaya dan adat istiadat menjadi batas dalam menjalani hidup. Secara keseluruhan, batas menggambarkan bagaimana sekelompok orang yang berusaha untuk keluar dari batas kenyamanan diri mereka ketika dihadapkan pada sebuah tantangan maupun permasalahan supaya bisa terselesaikan dengan segera. 


KRITIK

Batas Tak Berarti Terbatas
Jaleswari suatu ketika ditugaskan oleh pimpinan perusahannya untuk menyelidiki penyebab gagalnya kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan mereka di sebuah daerah terpencil di perbatasan Kalimantan.  Dengan durasi tayangan yang hampir mencapai dua jam, Batas mencoba menceritakan mengenai banyak hal. Sejak awal, film ini diceritakan dengan begitu kompleks, dengan berbagai kasus, mulai dari menceritakan sosok Jaleswari dengan semangat dan optimistisnya, kemudian juga ada cerita daerah perbatasan Kalimantan yaitu wilayah Entikong, yang begitu terisolir dengan kualitas pendidikan yang begitu memprihatinkan, kemudian juga pemikiran masyarakat di sana bahwasanya anak-anak lebih baik bekerja daripada belajar. Lalu ada Otik, seorang warga Borneo yang menginginkan warga-warga  di sana agar tetap bodoh dan apatis terhadap pendidikan, supaya memuluskan jalannya untuk bisa memperjualbelikan para wanita di wilayah itu ke negara tetangga.  Juga ada Adeus, satu-satunya guru di Desa itu yang merasa  tertekan dengan ancaman dari Otik yang melarangnya untuk mengajar anak-anak di desa tersebut. Ada masalah Kepala Adat Dayak dan mantan istrinya yang hubungannya sudah tidak rukun lagi sejak kematian anaknya, dan terakhir tentang misteri kejadian yang dialami Ubuh, wanita misterius yang ditemukan warga setempat di Hutan dengan luka traumatiknya yang luar biasa. Film ini menceritakan banyak sisi dan begitu kompleks. Dan untuk menceritakan rangkaian konflik tersebut dengan lancar tentunya bukanlah hal yang mudah. Beberapa kali “Batas” terlihat seperti kehilangan fokus dalam penceritaannya. Dari satu cerita beralih ke cerita yang lain, dan perlahan-lahan setiap misteri dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenak penonton yang melihat film ini mulai terbuka dan terjawab. Walaupun saya merasa ada sedikit kebingungan dalam memaknai beberapa adegan dikarenakan ceritanya yang memuat beberapa sudut pandang, sehingga ada beberapa plot yang seakan tidak terselesaikan dengan baik. Walaupun begitu, sutradara film ini, Rudi Soedjarwo, mampu menghadirkan susunan cerita yang kuat dan menarik dengan menampilkan balutan gambar-gambar dengan panorama alam Entikong yang indah, adegan para tokoh yang begitu menjiwai setiap peran yang dimainkannya, mampu membuat penonton terhibur dan hanyut ke dalam alur cerita tersebut. Keunggulan dari film ini adalah walaupun cerita ini bukan berdasarkan kisah nyata, namun konflik yang dimunculkan dalam film ini merupakan fenomena atau realita yang kerap terjadi di wilayah perbatasan Kalimantan. Tentang nilai dan adat istiadatnya, sistem pendidikannnya, daerah yang terisolir dan jauh dari peradaban dan sentuhan kemajuan, serta tentang ideologi bangsa yang sering terkalahkan dengan realita bahwa masyarakat di wilayah perbatasan tersebut ingin hidup lebih baik dengan merantau ke negara tetangga yang lebih mampu menawarkan apa yang tidak mampu ditawarkan negaranya sendiri.