Jaleswari
suatu ketika ditugaskan oleh pimpinan perusahannya untuk menyelidiki penyebab
gagalnya kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan mereka di
sebuah daerah terpencil di perbatasan Kalimantan. Dengan durasi tayangan yang hampir mencapai
dua jam, Batas mencoba menceritakan mengenai banyak hal. Sejak awal, film ini
diceritakan dengan begitu kompleks, dengan berbagai kasus, mulai dari menceritakan
sosok Jaleswari dengan semangat dan optimistisnya, kemudian juga ada cerita
daerah perbatasan Kalimantan yaitu wilayah Entikong, yang begitu terisolir
dengan kualitas pendidikan yang begitu memprihatinkan, kemudian juga pemikiran
masyarakat di sana bahwasanya anak-anak lebih baik bekerja daripada belajar. Lalu
ada Otik, seorang warga Borneo yang menginginkan warga-warga di sana agar tetap bodoh dan apatis terhadap
pendidikan, supaya memuluskan jalannya untuk bisa memperjualbelikan para wanita
di wilayah itu ke negara tetangga. Juga
ada Adeus, satu-satunya guru di Desa itu yang merasa tertekan dengan ancaman dari Otik yang
melarangnya untuk mengajar anak-anak di desa tersebut. Ada masalah Kepala Adat
Dayak dan mantan istrinya yang hubungannya sudah tidak rukun lagi sejak
kematian anaknya, dan terakhir tentang misteri kejadian yang dialami Ubuh, wanita
misterius yang ditemukan warga setempat di Hutan dengan luka traumatiknya yang
luar biasa. Film ini menceritakan banyak sisi dan begitu kompleks. Dan untuk
menceritakan rangkaian konflik tersebut dengan lancar tentunya bukanlah hal
yang mudah. Beberapa kali “Batas” terlihat seperti kehilangan fokus dalam
penceritaannya. Dari satu cerita beralih ke cerita yang lain, dan
perlahan-lahan setiap misteri dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenak
penonton yang melihat film ini mulai terbuka dan terjawab. Walaupun saya merasa
ada sedikit kebingungan dalam memaknai beberapa adegan dikarenakan ceritanya
yang memuat beberapa sudut pandang, sehingga ada beberapa plot yang seakan
tidak terselesaikan dengan baik. Walaupun begitu, sutradara film ini, Rudi
Soedjarwo, mampu menghadirkan susunan cerita yang kuat dan menarik dengan
menampilkan balutan gambar-gambar dengan panorama alam Entikong yang indah,
adegan para tokoh yang begitu menjiwai setiap peran yang dimainkannya, mampu
membuat penonton terhibur dan hanyut ke dalam alur cerita tersebut. Keunggulan
dari film ini adalah walaupun cerita ini bukan berdasarkan kisah nyata, namun
konflik yang dimunculkan dalam film ini merupakan fenomena atau realita yang
kerap terjadi di wilayah perbatasan Kalimantan. Tentang nilai dan adat
istiadatnya, sistem pendidikannnya, daerah yang terisolir dan jauh dari
peradaban dan sentuhan kemajuan, serta tentang ideologi bangsa yang sering
terkalahkan dengan realita bahwa masyarakat di wilayah perbatasan tersebut
ingin hidup lebih baik dengan merantau ke negara tetangga yang lebih mampu
menawarkan apa yang tidak mampu ditawarkan negaranya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar