RESENSI FILM BATAS
Judul
: Batas
Produser
: Marcella Zalianty
Sutradara
: Rudi Soedjarwo
Penulis :Slamet Rahardjo
Pemain : Marcella Zalianty, Arifin Putra,
Piet Pagau, Jajang C Noer, Ardina Rasti, Otiq Pakis, Norman Akyuwen, Marcell
Domits, Alifyandra, Tetty Liz Indriati.
Batas
merupakan film yang menceritakan tentang seorang perempuan yang bernama
Jaleswari, yang begitu ambisius dan totalitas dalam bekerja. Dia berani ditugaskan
ke daerah pelosok Kalimantan yang terisolir dengan kondisi yang sedang hamil.
Hal ini juga dilakukan untuk pelariannya melupakan kematian suami yang
dicintainya, hingga ia berani mengambil segala resiko yang mungkin akan terjadi
selama ia berada dalam daerah penugasan. Misinya yaitu untuk mencari tahu apa
yang menjadi kendala sehingga program Corporate Social Responsibillity (CSR) di
bidang pendidikan yang dilakukan oleh perusahaan tempatnya bekerja tidak
berjalan dengan baik dan maksimal di Borneo, daerah perbatasan di pedalaman Kalimantan.
Semua guru yang telah dikirim ke daerah perbatasan tersebut oleh perusahaannya,
kembali lagi ke Jakarta dan hal ini berpengaruh terhadap proyek yang sedang dia
jalankan. Hanya Adeus yang bertahan menjadi guru di sana, itupun karena dia
adalah pemuda asli daerah itu. Untuk itulah, Jaleswari ditugaskan ke daerah
tersebut untuk terjun langsung melihat sendiri apa yang terjadi sehingga
program CSR perusahaannya tidak berjalan lancar. Kehidupan di pedalaman Kalimantan
yang terisolir sangat jauh berbeda dengan kehidupannya di Jakarta yang serba modern. Selain itu,
masyarakat di sana juga memiliki cara pandang yang berbeda dalam memaknai arti
garis perbatasan. Masyarakat Borneo lebih mementingkan anak-anaknya untuk
bekerja daripada memperoleh pendidikan. Dengan segala kekurangan yang mereka
miliki, mereka dihadapkan oleh sebuah perasaan apakah harus tetap tinggal di
daerah kelahiran ataukah melewati batas perbatasan Indonesia-Malaysia untuk
merasakan surga yang ditawarkan negara tetangga, ideologi bangsa pun diuji. Apalagi
dengan batas teritori yang hanya ditandai dengan plang kecil, tanpa adanya
pengawasan atau monitor dari pemerintah,
sehingga sangat mudah bagi mereka untuk keluar masuk perbatasan. Selama di sana,
Jaleswari mengerti bahwa sistem pendidikan yang diinginkan perusahaannya tidak
sesuai dengan keinginan masyarakat setempat. Dia juga mengalami konflik batin saat
berhadapan pada masalah kemanusiaan yang terjadi di daerah itu ataukah hanya
terfokus pada misi awalnya yang ditugaskan oleh perusahaan. Persoalannya adalah
masyarakat di sana lebih memilih bekerja daripada harus mengenyam pendidikan.
Apalagi di sana ada Otik, salah seorang warga Borneo yang menginginkan warga di
desa itu tetap bodoh, agar ia bisa dengan leluasa menjual perempuan-perempuan
di tempat itu ke negara tetangga. Namun kehadiran Jaleswari yang penuh semangat
dan optimistis telah membakar semangat anak-anak di sana, khususnya Borneo,
untuk belajar. Tidak hanya itu, ia juga menularkan semangatnya pada Adeus, juga
pada Panglima Galiong Bengker (Kepala Suku Dayak) untuk membuat warganya
berpendidikan. Film ini juga mengajarkan tentang ideologi, bahwa realitanya
banyak masyarakat Indonesia yang hidup di daerah perbatasan, kemudian tergiur untuk hidup merantau ke
negara sebelah yang lebih menjanjikan. Persoalannya adalah seberapa kuatkah
kita untuk bertahan antara keinginan dan kenyataan. Selain itu film ini juga
menampilkan sebuah daerah di pedalaman Kalimantan yang masih begitu kuat dengan
nilai-nilai tradisional dan adat-istiadat yang kental, jauh dari peradaban dan
kemajuan, dengan keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya sarana
pendidikan. Sebuah gambaran masyarakat dengan kondisi pendidikan yang sangat rendah.
Para orangtua terkesan seperti membiarkan anak-anaknya tumbuh tanpa pendidikan,
menganggap bahwa bekerja lebih penting daripada belajar, sebuah pemikiran yang
sangat berbeda dari masyarakat kota. Tentunya mengubah cara pandang masyarakat
yang seperti itu bukanlah hal yang mudah, butuh proses yang tidak sebentar dan
tentunya dibutuhkan kesabaran dan pemahaman. Karena untuk bisa memahami orang
lain maka harus dipahami dahulu cara berpikir orang tersebut. Padahal banyak
anak di sana yang sebenarnya memiliki semangat untuk belajar dan bercita-cita
tinggi, seperti Borneo misalnya, yang bercita-cita ingin menjadi presiden.
Namun dengan kondisi daerah yang demikian, mereka tidak memiliki pilihan selain
melakukan apa yang diharapkan orangtuanya. Terakhir adalah, film Batas ini
memiliki makna batas yang beragam. Batas berarti sejauh mana batas seorang
Jaleswari dalam mengenal lingkungan yang baru ia tinggali dan beradaptasi
dengan segala perbedaannya, kemudian juga ada Adeus yang harus berhadapan
dengan batas kemampuan dirinya dalam menghadapi masalah yang datang dari Otik,
antara ingin memperjuangkan keinginan anak-anak untuk belajar ataukah menyerah
pada tekanan-tekanan yang diberikan Otik untuk menghentikan langkahnya
tersebut. Batas berarti masyarakat yang
hidup di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Batas berarti hidup dalam
keterbatasan pendidikan, sarana-prasarana maupun fasilitas. Batas berarti
keterbatasan untuk memilih antara keinginan atau kenyataan. Dan batas berarti betapa budaya dan adat
istiadat menjadi batas dalam menjalani hidup. Secara keseluruhan, batas
menggambarkan bagaimana sekelompok orang yang berusaha untuk keluar dari batas
kenyamanan diri mereka ketika dihadapkan pada sebuah tantangan maupun
permasalahan supaya bisa terselesaikan dengan segera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar