Minggu, 28 Oktober 2012

Opini Perdana

Aku percaya bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kegagalan justru menjadi kekuatan untuk kita bangkit dan berjuang. Kegagalan bukan sebuah alasan untuk kita berhenti mencoba tapi justru kegagalan menjadi cambuk untuk kita agar terus bersemangat dan membuktikan bahwa kita mampu. Gagal bukan berarti kalah, tapi gagal adalah kemenangan yang tertunda. Hal ini aku rasakan betul. Tiga kali aku mengirim opini ke koran dan ketiga-tiganya ditolak. Hal itu sempat membuatku down dan tak bersemangat untuk menulis lagi. Namun aku kembali berpikir dan mengoreksi kesalahan-kesalahan yang mungkin aku lakukan hingga opini ku tak layak untuk dimuat. Kegagalan demi kegagalan itu membuatku memperbaiki kembali cara menulisku, dengan menambah lebih banyak referensi dan menulis opini sesuai timing. Alhamdulillah, usahaku tidak sia-sia. Hari sabtu kemarin (29/10/12), opiniku yang berjudul "Setitik Asa Generasi Muda" berhasil dimuat di Koran Serambi Indonesia. Alhamdulillah. 
Ini merupakan opini perdanaku yang dimuat. Semoga kedepannya bisa lebih baik lagi.amin :)


Setitik Asa Generasi Muda


Oleh Cut Liza Novita Sari

SUMPAH Pemuda merupakan satu tonggak sejarah dan bukti bahwa pada 28 Oktober 1928 Bangsa Indonesia dilahirkan. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun hidup tertindas di bawah kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu. Kondisi ketertindasan inilah yang kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi mengangkat harkat dan martabat bangsa. Tekad inilah yang kemudian menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Hari sumpah pemuda diperingati setiap tahunnya pada 28 Oktober demi mengenang semangat juang para pemuda terdahulu yang dengan gagah berani memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Semangat yang berkobar melawan penjajah, sebuah pengakuan dari pemuda-pemudi Indonesia yang mengikrarkan bahwa satu tanah, satu bangsa, dan satu bahasa. Kini, setiap tahun kita memperingati Hari Sumpah Pemuda sebagai refleksi bahwasanya meskipun berbeda-beda suku, bahasa, ras, dan agama, tapi kita tetap satu, hidup di bawah payung yang sama, yaitu Negara Republik Indonesia. 

Sejak kemerdekaan penjajah sudah tidak ada lagi di negeri kita, tapi masih ada “penjajah-penjajah pribumi” yang harus kita lawan. Penjajah itu ialah mereka-mereka yang melakukan praktik korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Mereka adalah musuh yang harus kita berantas bersama. Praktik KKN yang terus terjadi telah merugikan negara hingga berdampak pada semakin suburnya persoalan kemiskinan yang dihadapi negara ini.

 Korupsi merajalela
Kita bisa melihat realita yang terjadi belakangan ini, bagaimana korupsi merajalela di negara kita. Bagaimana hukum begitu lemah dan tunduk pada penguasa. Negara kita adalah negara hukum. Tapi jika hukum tak bisa lagi menjadi pondasi yang kuat, apa mungkin rakyat bisa sejahtera? Ibarat sebuah rumah, hukum adalah pondasi, negara Indonesia adalah rumah, dan kita adalah penghuninya. Jika Pondasinya sudah tidak kuat, apakah rumah itu masih bisa berdiri kokoh? Apalagi jika terjangan angin dan badai kian kencang, maka rumah itu perlahan-lahan akan roboh dan hancur.

Bercermin dari sejarah masa lalu, kita bisa melihat bagaimana perjuangan para pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Meskipun mereka berasal dari berbagai daerah dan suku yang berbeda, mereka bisa menyatukan perbedaan-perbedaan itu demi mencapai cita-cita yang sama. Memaknai Hari Sumpah Pemuda adalah dengan mengingat kembali sejarah masa lalu untuk menumbuhkan kembali semangat perjuangan para generasi muda saat ini.

Ironisnya, masih banyak generasi muda kita yang lupa bahkan apatis dengan sejarah bangsa ini. Bagaimana kita bisa memaknai hari sumpah pemuda, jika sejarah yang melatarbelakangi hal itu terjadi pun kita tidak tahu. Mengenang sejarah merupakan salah satu langkah kecil dalam memaknai hari sumpah pemuda, juga dengan menumbuhkan semangat dan jiwa kebangsaan, serta keinginan bersatu yang tinggi. Seperti kata Bung Karno dalam setiap pidatonya, “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” yang akhirnya dikenal istilah “Jasmerah”.

Realita yang kita hadapi kini adalah semangat para pemuda kian terkikis zaman. Persatuan dan kesatuan yang dulunya menjadi ruh perjuangan pemuda, sekarang telah berganti menjadi semangat individualis, primordialisme, dan etnosentrisme. Sebagai contoh, kini tawuran antar pemuda sesama anak bangsa semakin sering terjadi dan penyampaian aspirasi dilakukan secara anarkis yang mengganggu ketenangan dan ketertiban ditengah-tengah masyarakat.

Semangat primordialisme pun kian menguat, hingga tanpa sadar telah membangun sekat-sekat keberagaman dalam kehidupan berbangsa. Jika semangat kedaerahan itu terlalu berlebihan, maka dapat mengancam persatuan nasional dan menimbulkan perilaku etnosentrisme. Seperti yang dikatakan Matsumoto (1996) bahwa “Etnosentrisme adalah kecenderungan untuk melihat dunia hanya melalui sudut pandang budaya sendiri”. 

Sehingga terkadang etnosentrisme ini memunculkan sikap prasangka dan stereotype negatif terhadap etnis atau kelompok lain. Hal ini tentu saja akan berdampak pada menipisnya rasa persatuan dan saling memiliki dengan yang berbeda budaya. Tidak hanya itu, generasi muda juga mulai sering membuang-buang waktu dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak produktif, seperti duduk berjam-jam di warung kopi dan ketergantungan pada game online.

Memaknai hari sumpah pemuda dapat kita lakukan dengan banyak cara, seperti generasi muda yang menjalankan fungsinya untuk mengawasi kinerja pemerintah dan kebijakan-kebijakan yang diambil. Ketika hukum begitu lemah dan tak berkutik pada para penguasa, maka generasi muda harus menjadi pengawas dan penegak ketimpangan itu. Generasi muda tidak hanya berdiam diri dan menjadi penonton terhadap ketidakadilan dan praktik KKN yang terus terjadi.

 Harus lebih peka

Di samping itu, generasi muda juga berperan sebagai penyampai aspirasi masyarakat. Saat para wakil rakyat terbuai dengan jabatan dan kekuasaannya, maka di sinilah peran generasi muda, khususnya mahasiswa untuk bertindak sebagai penyampai aspirasi. Generasi muda harus lebih peka dan sensitif dengan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat saat ini. Lebih kreatif dan solutif dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. 

Sebagai generasi muda kita harus ikut berkontribusi untuk membangun negara, seperti aktif di kegiatan-kegiatan yang berdampak positif di kampus dan masyarakat, serta mengembangkan potensi diri (skill) yang nantinya dapat berguna di masa mendatang. Selain itu, untuk menjalankan peran kita sebagai generasi muda, kita harus bisa menyatukan perbedaan-perbedaan yang ada menjadi satu kesatuan yang utuh. 

Negara kita membutuhkan peran pemuda-pemudi untuk menumbuhkan kembali semangat sumpah pemuda dan nasionalisme yang kian memudar mengingat tantangan ke depan semakin berat dan kompleks. Momentum Sumpah Pemuda ini untuk mengingatkan kita kembali bahwa tidak boleh ada golongan yang merasa ditindas, dianaktirikan, atau diabaikan. Sumpah Pemuda harus melahirkan keadilan bagi seluruh warga negara tanpa ada diskriminasi.

Saya berharap dengan adanya Hari Sumpah Pemuda ini menjadi cermin bagi kita semua untuk berkaca seperti apa bangsa kita saat ini. Ke depannya, semoga pemuda-pemudi Indonesia dapat terus menjaga semangat persatuan dan jiwa nasionalisme untuk mewujudkan cita-cita bersama menuju Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera.

* Cut Liza Novita Sari, Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Banda Aceh. Email: azaazaliza92@yahoo.com
Editor : hasyim