Ketika aku membaca dan menonton “Hafalan Shalat Delisa” aku merasa begitu kagum dengan tokoh pemeran utamanya yang bernama Delisa. Seorang gadis kecil yang baru berumur 6 tahun dengan keceriaan dan semangatnya yang mampu menulari orang-orang disekitarnya. Gadis kecil yang penuh rasa ingin tahu, senang berbagi, selalu mempertanyakan hal-hal yang menurut sebagian orang “nggak penting”, dan pemikirannya yang sudah dewasa di umurnya yang sekecil itu. Wow, amazing! Banyak hal yang aku dapatkan dengan mengenal karakter Delisa. Dia selalu mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang disekitarnya, oleh umminya, abinya, uztadnya, kakak-kakaknya, dan orang-orang disekitarnya. Bukan hanya sekedar mendengar tetapi juga dipraktekkan. Yang paling menyentuh adalah ketika dia mengatakan pada umminya, “Delisa cinta Ummi karena Allah”. Subhanallah, anak sekecil itu mampu mengatakan kata-kata luar biasa seperti itu. Memang itu hanya sepenggal kalimat, namun maknanya tak bisa diterjemahkan dengan kata-kata. Nggak kebayang kalau nanti punya anak dan dia juga akan mengatakan kata-kata itu padaku. Delisa, gadis kecil yang kuat, dan tegar. Aku ingin bercerita sedikit tentang isi novel tersebut. Delisa begitu gembira karena sesuai kebiasaan di keluarganya, apabila dia mampu menyelesaikan tugas menghapal bacaan shalat yang diberikan oleh gurunya, maka Ummi Delisa akan menghadiahinya sebuah kalung. Hal yang sama yang dilakukan ummi kepada kakak-kakak Delisa. Ummi selalu menghadiahi anak-anaknya dengan kalung jika berhasil melewati tugas hafalan shalat tersebut. Makanya Delisa sangat bersemangat menghafal bacaan shalatnya. Meskipun selalu kebolak-balik antara bacaan yang satu dan yang lainnya. Dan hal itu selalu menjadi ledekan oleh kak aisyah (kakak Delisa). Suatu hari, kak Aisyah membuatkannya “jembatan keledai” untuk memudahkan Delisa supaya mudah mengingat bacaannya dan tidak kebolak balik lagi. Dan ternyata “jembatan keledai” yang dibuat oleh kak Aisyah sangat membantu Delisa. Suatu hari, ummi mengajak Delisa ke pasar Lhoknga untuk membeli hadiah kalung untuk Delisa. Dan yang berbeda dari kalungnya dengan kakak-kakaknya adalah pada kalung Delisa ada inisial namanya yaitu “D” untuk Delisa. Kalung itu yang menjadi salah satu penyemangatnya untuk segera menyelesaikan hafalannya. Meskipun kalung tersebut sempat membuat kak Aisyah iri padanya. Karena hanya kalung Delisa lah yang terdapat inisial namanya. Melihat gelagat putrinya yang tiba-tiba menjadi murung, ummi Delisa mendekati kak Aisyah, dan setelah tau permasalahannya, ummi berkata, “Jangan jadi orang yang mudah iri hati ya nak. Apalagi iri sama saudara kita sendiri.” Mendengar itu Aisyah langsung memeluk umminya dan menyadari kesalahannya. Subhanallah :’)
Setiap shalat, kak Aisyah akan membaca bacaan shalat dengan keras agar Delisa bisa mendengar. Selain kak Aisyah, juga ada kak Zahra (saudara kembarnya kak Aisyah) dan kak Fatimah sebagai anak sulung. Abi Delisa bekerja disebuah kapal tanker diluar negeri. Setiap 3 bulan sekali baru abinya pulang menjenguk mereka.
Delisa adalah anak yang cerdas, lincah, dan menggemaskan dengan rambut ikalnya.
Pada hari Minggu, 26 Desember 2004, tepat saat kejadian tsunami itu, Ummi Delisa mengantarkannya ke sekolah untuk mengikuti tes bacaan shalatnya. Delisa sudah mengingat bacaan-bacaannya dengan baik, meskipun masih ada yang terlupa, namun dia yakin nanti akan bisa mengingatnya. Dan tibalah gilirannya untuk maju ke hadapan gurunya. Dia mulai membaca bacaan salatnya. Saat ia tengah membacanya, tiba-tiba gempa mengguncang dan membuat orang-orang di sekitar berlarian keluar. Namun tak demikian dengan Delisa, dia tetap khusyuk menjalankan praktek salatnya. Dan meski vas bunga di meja gurunya terjatuh dan salah satu pecahannya mengenai tangannya hingga berdarah pun, dia tetap khusyuk. Dia ingat dengan cerita uztadnya tentang kisah salah seorang sahabat nabi yang saking khusyuknya ia salat, bahkan ketika seekor kalajengking menggigit pantatnya hingga bengkak, ia tetap khusyuk. Makanya Delisa juga ingin seperti sahabat nabi tersebut.
Kejadian tsunami membuat sebelah kaki Delisa buntung karena tertimpa pohon. Dan merenggut nyawa ummi dan ketiga kakaknya. Setelah kejadian itu, Delisa hanya tinggal berdua dengan abi nya. Namun meskipun ditimpa cobaan seberat itu, gadis kecil itu tetap tegar. Dia masih mampu tersenyum dan menyikapi itu semua dengan bijak. Bahkan itu adalah hal yang terkadang bagi kita sebagai orang dewasa masih susah untuk dilakukan. Delisa mengajarkan aku banyak hal. Termasuk rasa ikhlas. Keikhlasan melepas orang-orang yang kita cintai pergi. Rasanya pasti sangat sulit. Namun yang harus kita sadari bahwa kehidupan tak ada yang kekal. Kita semua akan kembali kepada-Nya. Hanya waktu nya saja yang berbeda. Makanya dalam setiap sujudku pada-Nya aku selalu meminta “semoga aku lah yang meninggalkan mereka terlebih dulu. Karna aku takkan mungkin sanggup jika harus ditinggalkan oleh mereka.”
Itu ku pinta bukan karena aku sudah merasa siap untuk mati. Jujur, aku tak pernah siap, dan selalu bertanya-tanya kapan ajalku akan tiba. Namun jika aku yang meninggalkan mereka, aku tak perlu menanggung sakitnya rasa kehilangan itu. Namun setelah membaca dan menonton kisah Delisa tersebut aku merasa malu. Gadis sekecil itu mampu merelakan dan mengikhlaskan orang-orang yang ia sayangi pergi. Tapi aku?
Dia yang belum mengerti apa itu arti keikhlasan, dia yang masih belum mengerti apa itu arti “meninggal”, dia yang masih belum mengerti apa itu kehilangan. Namun dia berusaha untuk mengerti. Keadaan yang membuatnya belajar. Keadaan yang membuat ia mengerti. Karna dia tahu bahwa Tuhan selalu ada untuknya. Tuhan menyayanginya. dan Tuhan tak akan pernah meninggalkannya.
Untuk teman-temanku yang ditinggalkan oleh orang-orang yang kalian sayangi, Be strong!
Kuncinya adalah ikhlas. Jika kita ikhlas semua akan terasa lebih mudah. Yakinlah bahwa mereka yang pergi adalah orang-orang pilihan yang telah disiapkan tempat terindah disisi-Nya. Dan kita yang ditinggalkan adalah orang-orang yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memperbaiki diri. Gunakan kesempatan yang Tuhan berikan dengan sebaik mungkin. Yang mereka butuhkan bukan tangis kita atau kekecewaan kita, melainkan doa kita. Mereka yang disana tentu tak akan mau melihat orang-orang yang mereka sayangi bersedih.Selalu berdoa untuk mereka dan terus lanjutkan hidup J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar