Senin, 06 Januari 2014

Kritik-Tugas Individu-Batas Tak Berarti Terbatas

Jaleswari suatu ketika ditugaskan oleh pimpinan perusahannya untuk menyelidiki penyebab gagalnya kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan mereka di sebuah daerah terpencil di perbatasan Kalimantan.  Dengan durasi tayangan yang hampir mencapai dua jam, Batas mencoba menceritakan mengenai banyak hal. Sejak awal, film ini diceritakan dengan begitu kompleks, dengan berbagai kasus, mulai dari menceritakan sosok Jaleswari dengan semangat dan optimistisnya, kemudian juga ada cerita daerah perbatasan Kalimantan yaitu wilayah Entikong, yang begitu terisolir dengan kualitas pendidikan yang begitu memprihatinkan, kemudian juga pemikiran masyarakat di sana bahwasanya anak-anak lebih baik bekerja daripada belajar. Lalu ada Otik, seorang warga Borneo yang menginginkan warga-warga  di sana agar tetap bodoh dan apatis terhadap pendidikan, supaya memuluskan jalannya untuk bisa memperjualbelikan para wanita di wilayah itu ke negara tetangga.  Juga ada Adeus, satu-satunya guru di Desa itu yang merasa  tertekan dengan ancaman dari Otik yang melarangnya untuk mengajar anak-anak di desa tersebut. Ada masalah Kepala Adat Dayak dan mantan istrinya yang hubungannya sudah tidak rukun lagi sejak kematian anaknya, dan terakhir tentang misteri kejadian yang dialami Ubuh, wanita misterius yang ditemukan warga setempat di Hutan dengan luka traumatiknya yang luar biasa. Film ini menceritakan banyak sisi dan begitu kompleks. Dan untuk menceritakan rangkaian konflik tersebut dengan lancar tentunya bukanlah hal yang mudah. Beberapa kali “Batas” terlihat seperti kehilangan fokus dalam penceritaannya. Dari satu cerita beralih ke cerita yang lain, dan perlahan-lahan setiap misteri dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dibenak penonton yang melihat film ini mulai terbuka dan terjawab. Walaupun saya merasa ada sedikit kebingungan dalam memaknai beberapa adegan dikarenakan ceritanya yang memuat beberapa sudut pandang, sehingga ada beberapa plot yang seakan tidak terselesaikan dengan baik. Walaupun begitu, sutradara film ini, Rudi Soedjarwo, mampu menghadirkan susunan cerita yang kuat dan menarik dengan menampilkan balutan gambar-gambar dengan panorama alam Entikong yang indah, adegan para tokoh yang begitu menjiwai setiap peran yang dimainkannya, mampu membuat penonton terhibur dan hanyut ke dalam alur cerita tersebut. Keunggulan dari film ini adalah walaupun cerita ini bukan berdasarkan kisah nyata, namun konflik yang dimunculkan dalam film ini merupakan fenomena atau realita yang kerap terjadi di wilayah perbatasan Kalimantan. Tentang nilai dan adat istiadatnya, sistem pendidikannnya, daerah yang terisolir dan jauh dari peradaban dan sentuhan kemajuan, serta tentang ideologi bangsa yang sering terkalahkan dengan realita bahwa masyarakat di wilayah perbatasan tersebut ingin hidup lebih baik dengan merantau ke negara tetangga yang lebih mampu menawarkan apa yang tidak mampu ditawarkan negaranya sendiri.

Tidak ada komentar: