Akhirnya selesai membaca buku “Sepatu Dahlan”. Kisah
perjalanan hidup seorang Dahlan Iskan, menteri BUMN. Buku ini mengajarkan
bagaimana seorang yang bertahan hidup dalam keterbatasan kemiskinan, berteman
dengan rasa lapar setiap harinya, mempunyai mimpi sederhana yaitu bisa
mempunyai sepasang sepatu dan sepeda. Ya, sesuai dengan judulnya “sepatu
Dahlan”, buku ini menceritakan bagaimana seorang Dahlan kecil yang bermimpi dan
berkeinginan mempunyai sepatu, ingin merasakan bagaimana rasanya memakai sepatu.
Kemiskinan tak lantas membuatnya menyerah atau menghentikan niatnya untuk terus
maju dan berjuang. Sedari kecil kedua orangtuanya selalu menekankan bahwa hidup miskin bukan berarti harus meminta-minta untuk dikasihani, tetapi harus dihadapi dengan bekerja dan berusaha.
Bagi orang lain, kemiskinan adalah penderitaan, tapi bagi Dahlan dan teman-temannya, kemiskinan adalah kesenangan. Semuanya dijalani dengan riang dan tanpa keluh kesah. Terlahir dari keluarga miskin, membuatnya menjadi sosok pekerja keras, disiplin, dan pantang menyerah. Rumahnya hanya berlantaikan tanah, dan jika musim hujan tiba maka akan lembab dan basah. Setiap kemarau datang, lantai tanah itu akan panas dan berdebu. Tak ada kursi, meja, atau perabotan lainnya di dalam rumah. Kecuali sebuah lemari kayu tua di pojok kiri dapur. Hanya ada dua kamar, tak ada ranjang dan kasur di kedua kamar itu. Sehari-harinya dia menggembala domba-domba miliknya, pagi-pagi buta sebelum matahari terbit, dia sudah menyabit rumput untuk domba-dombanya, baru kemudian bergegas ke sekolah. Kadang juga dia menjadi kuli nyeset di kebun tebu untuk mendapat uang tambahan.
Dia harus menempuh jarak sepanjang 6 kilometer ke sekolahnya setiap hari dengan berjalan kaki dan tanpa menggunakan sepatu. Bayangkan jarak sejauh itu ditempuh tanpa menggunakan alas kaki. Perih karena lecet di kakinya yang tak bersepatu tak membuatnya malas bersekolah. Tapi justru membuatnya kian bersemangat.
Dan sepatu adalah salah satu mimpi yang sangat ingin diwujudkannya selain ingin memiliki sepeda.
Bagi orang lain, kemiskinan adalah penderitaan, tapi bagi Dahlan dan teman-temannya, kemiskinan adalah kesenangan. Semuanya dijalani dengan riang dan tanpa keluh kesah. Terlahir dari keluarga miskin, membuatnya menjadi sosok pekerja keras, disiplin, dan pantang menyerah. Rumahnya hanya berlantaikan tanah, dan jika musim hujan tiba maka akan lembab dan basah. Setiap kemarau datang, lantai tanah itu akan panas dan berdebu. Tak ada kursi, meja, atau perabotan lainnya di dalam rumah. Kecuali sebuah lemari kayu tua di pojok kiri dapur. Hanya ada dua kamar, tak ada ranjang dan kasur di kedua kamar itu. Sehari-harinya dia menggembala domba-domba miliknya, pagi-pagi buta sebelum matahari terbit, dia sudah menyabit rumput untuk domba-dombanya, baru kemudian bergegas ke sekolah. Kadang juga dia menjadi kuli nyeset di kebun tebu untuk mendapat uang tambahan.
Dia harus menempuh jarak sepanjang 6 kilometer ke sekolahnya setiap hari dengan berjalan kaki dan tanpa menggunakan sepatu. Bayangkan jarak sejauh itu ditempuh tanpa menggunakan alas kaki. Perih karena lecet di kakinya yang tak bersepatu tak membuatnya malas bersekolah. Tapi justru membuatnya kian bersemangat.
Dan sepatu adalah salah satu mimpi yang sangat ingin diwujudkannya selain ingin memiliki sepeda.
Rasa lapar menjadi santapannya sehari-hari. Jika sudah
begitu, dia dan adiknya, Zain, akan melilitkan sarung di perut agar rasa sakit
karena lapar itu bisa hilang. Bahkan dia pernah terpaksa mencuri tebu karena
tak tega melihat adiknya yang menangis dan terus mengerang karena rasa lapar
yang mendera.
Suatu ketika tim bola voli sekolahnya memenangkan kejuaraan.
Dan dia direkomendasikan sebagai pelatih anak-anak pegawai pabrik gula dengan
upah 10.000 rupiah per bulan. Tak pernah terbayangkan olehnya bisa mendapatkan
upah sebesar itu. Dengan upah sebesar itu, maka mimpinya untuk mendapatkan
sepeda dan sepatu akan bisa terwujud. Dan ya, dia menyicil membeli sepeda
temannya, Arif, sebesar 12.000 rupiah yang dicicilnya selama 3 bulan.
Dan selain itu, akhirnya dia juga bisa membeli sepatu
untuknya dan untuk adiknya, Zain. Akhirnya dua mimpinya, sepeda dan sepatu,
bisa diwujudkannya.
Buku ini sangat menginspirasi dan memberi motivasi. Mengajarkan
kita untuk selalu bersyukur dengan apa yang kita peroleh sekarang. Bahwa masih
banyak orang yang hidup serba kekurangan dan tak lantas menyerah. Kemiskinan bukan
untuk diratapi dan disesali. Tapi kemiskinan mengajarkan kita untuk menjadi
orang-orang yang selalu melihat ke bawah. Kemiskinan mengajarkan kita tentang
arti berbagi dengan sesama. Bahwa apa yang kita miliki hanya titipan dan bukan
milik kita. Bahwa sebagian dari harta kita adalah milik mereka yang
membutuhkan. Jadilah orang yang selalu bersyukur dan terus berjuang meski dalam
keterbatasan.
Kemiskinan bukanlah penghalang untuk maju. Terus berjuang
dan berusaha. Karena setiap orang punya kesempatan untuk sukses. Semua tergantung
pada kita, MAU ATAU TIDAK?
Dahlan Iskan telah membuktikan kepada kita bahwa kemiskinan
tak membuatnya menyerah pada hidup. Dia mampu menjadi seorang menteri berkat
kerja keras dan usahanya. Di samping itu, Dahlan Iskan dikenal sebagai sosok yang bersahaja, dia rela berkeringat ikut naik KRL dalam menjalankan tugasnya, menginap di rumah petani miskin, tak sungkan menyantap soto di pinggir jalan, tidak canggung bergaul dengan rakyat dan selalu menggunakan sepatu kets kemanapun pergi.
Kalian harus baca buku “sepatu Dahlan” ini, sangat memotivasi. Semoga kita bisa mengikuti jejak beliau J
Kalian harus baca buku “sepatu Dahlan” ini, sangat memotivasi. Semoga kita bisa mengikuti jejak beliau J
“Hidup, bagi orang
miskin, harus dijalani apa adanya”
Dahlan Iskan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar