Kamis, 05 April 2012

Konteks dalam Komunikasi Lintas Budaya


Pengertian Konteks dan Peranannya dalam Komunikasi Lintas Budaya
Di dalam proses komunikasi terdapat perbedaan dalam cara berkomunikasi antara
orang yang satu dengan yang lainnya. Misalnya, perbedaan ketika berkomunikasi dengan teman tentu akan berbeda ketika berkomunikasi dengan orang yang lebih tua ataupun dengan orang yang lebih muda. Hal inilah yang dinamakan dengan konteks dalam komunikasi. Perbedaan cara berkomunikasi itu adalah hal yang sangat wajar dikarenakan situasi psikologis dan sosial. Bisa dikatakan bahwa konteks adalah sebuah wadah yang membatasi tindakan berkomunikasi yang dipengaruhi oleh situasi psikologis dan sosial. Dengan mengetahui konteks, maka akan mempermudah kita dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Pendekatan-Pendekatan Tentang Konteks dalam Komunikasi Lintas Budaya
Dalam komunikasi lintas budaya, ada empat pendekatan tentang konteks, yaitu :
Pendekatan Situasional terhadap Konteks
Salah satu cara untuk menentukan dan membedakan konteks, dapat diidentifikasikan melalui pengaruh karakteristik komunikasi terhadap komunikasi. Beberapa pengarang telah menyusun karakteristik komunikasi berdasarkan : jumlah komunikator, derajat proksimitas fisik, jumlah saluran sensoris yang mungkin dapat digunakan komunikator, dan kecepatan reaksi umpan balik (Miller, dalam Sarah Trenholm). Menurut Miller, dimensi-dimensi ini berkaitan satu sama lain, namun yang  paling penting adalah faktor jumlah komunikator, karena inilah yang menjadi kunci dimensi situasional tersebut. Ini berarti dengan menambah jumlah orangg maka berubah pula situasi komunikasinya. Menyusul Miller adalah Swanson dan Delia yang menempatkan urutan kepentingan pada kemampuan para interaktor untuk mengadaptasi pesan-pesan sesuai dengan kebutuhan orang lain, situasi formalitas dan dari pesan komunikasi, serta tujuan komunikasi yang bersifat khusus.
Ada lima konteks dalam pendekatan ini, antara lain:
Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi lintas budaya juga termasuk dalam konteks komunikasi antarpribadi, karena dalam komunikasi lintas budaya itu melibatkan paling sedikit dua atau tiga orang yang berbeda kebudayaan, lalu jarak fisik di antara mereka sangat dekat satu sama lain; sementara itu dalam komunikasi tatap muka atau bermedia, umpan baliknya berlangsung cepat, adaptasi pesan bersifat khusus, dan tujuan komunikasi bersifat tidak berstruktur. Dalam kenyataannya proses komunikasi lintas budaya yang dilakukan oleh dua atau tiga orang yang berbeda kebudayaan itu dipengaruhi oleh faktor-faktor personal maupun kelompok budaya. Faktor-faktor personal yang mempengaruhi komunikasi antarpribadi antara lain, faktor kognitif, seperti konsep diri, persepsi, sikap, orientasi diri (self orientation), dan self esteem.

Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok merupakan komunikasi di antara sejumlah orang.  Di dalam komunikasi kelompok juga terjadi proses interaksi antar budaya dari para anggota kelompok yang berbeda latar belakang kebudayaan. Termasuk dalam pengertian konteks komunikasi kelompok adalah operasi komunikasi antar budaya di kalangan in group maupun antara anggota sebuah in group dengan out group, atau bahkan antara pelbagai kelompok (intergroup communication). Perasaan-perasaan terikat pada kelompok yang kerap kali dimanifestasikan dengan merendahkan kelompok lain yang dikenal dengan etnosentrisme dan rasisme. Akibatnya adalah terbentuknya jaringan komunikasi antara anggota kelompok (networks of communication).
Ada beberapa kategori peranan setiap orang dalam membentuk jaringan antar pribadi, yaitu :
1.      Nodes, yang menjelaskan peranan atau kedudukan serta fungsi komunikasi setiap individu dalam kelompok.
2.      Links, yang menjelaskan kaitan antara nodes dan karakteristik hubungan tersebut sebagai akibat dari fungsi mereka sebagai saluran komunikasi.
3.      Cliques, yang menjelaskan subkelompok dalam jaringan dan pembagian tugas dalam klik dan struktur mereka dalam kaitan dengan arus komunikasi.
4.      Network, menjelaskan tentang satuan jaringan dan relasi antara karakteristik sistem (ukuran atau struktur) dan kaitannya dengan arus komunikasi.

Komunikasi Organisasi
Praktek komunikasi organisasi melibatkan di dalamnya komunikasi antar pribadi atau komunikasi kelompok yang bersifat impersonal (komunikasi yang berstruktur) yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok kerja dalam satu organisasi. Jalur komunikasi organisasi adalah jalur vertikal (atas-bawah, bawah-atas), horizontal (antara unit atau satuan kerja yang sama derajat), dan diagonal (komunikasi lintas unit atau satuan kerja). Organisasi merupakan wadah yeng mempekerjakan karyawan yang berasal dari pelbagai latar belakang pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan kebudayaan yang berbeda.

Komunikasi Publik
Dalam komunikasi  publik, jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi semakin banyak, umpan balik mulai lamban dan tertunda, adaptasi pesan masih bersifat khusus dengan tema tertentu, dan tujuan komunikasi mulai terstruktur. Komunikasi publik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh seorang kepada sejumlah orang yang berbeda latar belakang kebudayaan di dalam situasi pertemuan (rapat, seminar, lokakarya, simposium). Komunikasi publik mengutamakan pengalihan pesan yang tersusun secara baik misalnya tertulis maupun lisan (karena itu aspek penggunaan simbol verbal dan non verbal yang patut dipahami oleh peserta yang berbeda kebudayaan) yang dimulai dengan proses satu arah kemudian dibuka dialog antara pembicara dengan audiens.

Komunikasi Massa
Dalam komunikasi massa, jumlah orang yang terlibat dalam komunikasi massa sangat banyak (bisa ratusan, ribuan, bahkan jutaan manusia) yang disebut massa. Sifat umpan balik komunikasi massa berlangsung lamban yang disebut umpan balik tertunda (delayed feedback), adaptasi pesan bersifat sangat umum, tujuan komunikasi mulai sangat berstruktur. Komunikasi massa adalah proses komunikasi dengan massa yang dilakukan melalui media, yakni media massa seperti surat kabar, majalah, buku, radio, televisi, dan lain-lain. Seluruh proses komunikasi massa melibatkan – sangat tinggi – didalamnya pelbagai aspek perbedaan latar belakang budaya, mulai dari pengelola (organisasi media), saluran atau media massa, pesan-pesan, hingga kepada khalayak sasaran maupun dampak.
Khalayak dalam komunikasi massa merupakan orang atau sekelompok orang yang berbeda latar belakang budaya dan tersebar secara geografis di aneka ruang yang luas mulai dari lokal, regional, nasional maupun internasional. Dampak dari kehadiran lembaga, pesan, maupun media yang berasal dari latar belakang kebudayaan yang berbeda sangat besar terhadap perubahan sikap khalayak. Jadi pemahaman terhadap konsep komunikasi antar budaya sangat membantu untuk menganalisis konteks komunikasi massa. Karena itu maka salah satu kunci untuk menentukan komunikasi lintas budaya yang efektif adalah pengakuan terhadap faktor-faktor pembeda yang mempengaruhi sebuah konteks komunikasi, misalnya peserta komunikasi, apakah  itu etnik, ras, kelompok, kategori yang memiliki kebudayaan tersendiri. Perbedaan-perbedaan itu meliputi nilai, norma, kepercayaan, bahasa, sikap, dan persepsi, yang semuanya itu sangat menentukan pola-pola komunikasi lintas budaya.
Pendekatan Fungsional
Kalau pendekatan situasi menekankan pada faktor situasi interaksi, maka pendekatan ini lebih menekankan pada faktor fungsional yang menghambat komunikasi. Dengan demikian, konteks komunikasi ditentukan oleh fungsi komunikasi. Anda dipersilahkan melihat relasi antara pasangan suami isteri yang berbeda kebudayaan namun sudah menikah 10 tahun. Mereka telah berhasil mempertahankan fungsi-fungsi keluarga (reproduksi, perlindungan, ekonomi) melalui cara-cara mereka berkomunikasi selama masa perkawinan itu. Bandingkan relasi suami isteri itu dengan seorang pembicara yang berpidato di depan audiens dalam sebuah seminar.
Perbedaan antara dua contoh komunikasi itu terletak pada fungsi yang digambarkan oleh situasi. Situasi pertama menunjukkan sebuah proses komunikasi lintas budaya yang lebih mendalam lantaran dua pihak telah mengembangkan relasi, pertukaran informasi dan mengembangkan komunikasi persuasif selama kurun waktu 10 tahun. Kalau dibandingkan dengan situasi kedua yang proses komunikasinya baru pada tahap interaksi yang mengarah ke tahap relasi bagi pertukaran informasi. Aspek fungsi tersebut harus dipertimbangkan ketika kita menjelaskan  komunikasi, karena komunikasi antar pribadi, antar kelompok sangat bervariasi, dan variasi itu terletak dalam hal  maksud, tujuan serta harapan dari sebuah tindakan komunikasi.  Mengacu pada konteks situasional maka meskipun mungkin dua orang yang bertatap muka merupakan bagian yang sama dari konteks antar pribadi namun mempunyai tujuan dan maksud (fungsi) komunikasi yang berbeda. Suami dengan isteri melakukan komunikasi antarpribadi tanpa batas jarak (proksimitas) fisik, sebaliknya komunikasi tatap muka antara seorang salesman dengan calon pembeli, antara dosen dengan mahasiswa, atasan dengan bawahan, kyai dengan jamaah, antara anda dengan tetangga, semua jenis komunikasi itu berbeda karena berkomunikasi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda pula.
Dalam pendekatan fungsional taksonomi konteks komunikasi sangat ditentukan oleh tiga kemungkinan fungsi, yaitu : (1) pengembangan dan pemeliharaan relasi; (2) pertukaran informasi; dan pengaruh sosial dan  psikologis (persuasi). Konsep yang sama dalam pelbagai ilmu sosial dikonstruk dengan : (1) fungsi therapeutic; dimana salah satu pihak merasa bahwa pengalaman kognitif dan emosional dia tumbuh akibat dari interaksi antarpribadi; (2) komunikasi yang ritualistic sebagai pendorong fungsi menciptakan solidaritas budaya dan identifikasi budaya; dan (3) fungsi puitis dan estetika yakni untuk memenuhi kualitas pesan komunikasi.

Pendekatan Pengembangan Kognitif
Menurut Dance dan Larson, ada tiga dasar konteks atau tingkatan komunikasi yaitu intrapersonal, interpersonal, dan the person to person. Setiap  dasar konteks itu mempunyai jenis pemrosesan kognitif yang berbeda-beda. Pada tingkatan pertama, yakni komunikasi intrapersonal, pengirim dan penerima itu identik atau sama, hanya ada satu orang. Pesan-pesan yang bersumber dari diri sendiri dikirimkan melalui media self yang mengikuti proses yang dia lakukan sendiri, yaitu internalisasi simbol vokal untuk maksud dan tujuan menyelesaikan urusan pribadi atau bagi penyesuaian sosial.
Pada tingkatan kedua, yakni  komunikasi antarpribadi, komunikasi yang terjadi antara dua orang dan kemudian memusatkan perhatian pada karakteristik yang unik dari dua pihak masing-masing. Pada tingkat ini dua orang yang berkomunikasi akan terlibat dalam partisipasi pertukaran pesan, saling memberi dan menerima, saling merasa bahwa saya adalah bagian dari Anda dan Anda adalah bagian dari saya, saya mengakui Anda dan Anda mengakui saya, jadi keunikan dalam perbedaan tetap dihargai.
Pada tingkatan ketiga, komunikasi antara satu orang “kepada” orang lain, yang dimaksudkan sebagai komunikasi yang simultan antara satu orang dengan sejumlah orang. Ketika seorang berbicara dengan sejumlah orang lain maka dia mengkonsentrasikan diri pada kesamaan-kesamaan dan bukan pada perbedaan, tingkatan ini banyak dilakukan dalam percakapan. Disini individu harus mampu mengabstraksikan karakteristik bersama dan berbicara untuk menarik kesimpulan tentang orang lain dan menjadikan mereka ke dalam kelompok yang satu. Baik Dance maupun Larson menekankan bahwa hubungan interkoneksi pada tiap tingkatan. Bahwa pengalaman dan kemampuan setiap orang pada setiap tingkatan/level komunikasi mempengaruhi komunikasi pada setiap level berikutnya.

Pendekatan Gaya
Pendekatan ini diperkenalkan oleh Bormann yang merasa yakin bahwa suatu komunitas retorikal tetap eksis karena para anggotanya mempunyai seperangkat aturan tertentu, adat istiadat dan perjanjian yang membiarkan mereka untuk berada dalam satu diskursus yang sama. Diskursus yang mereka pertahankan yaitu gaya baru dalam sebuah retorika akan berkembang ketika sebuah norma tua, adat istiadat, dan seperangkat aturan  komunikasi telah menjadi sangat pekat merekat para anggotanya. Jadi sebuah standar komunikasi akan selalu mengikuti konteks isu yang ada dalam masyarakat.

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa di dalam proses komunikasi terdapat perbedaan dalam cara berkomunikasi antara orang yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan cara berkomunikasi itu adalah hal yang sangat wajar dikarenakan situasi psikologis dan sosial. Bisa dikatakan bahwa konteks adalah sebuah wadah yang membatasi tindakan berkomunikasi yang dipengaruhi oleh situasi psikologis dan sosial. Dalam komunikasi lintas budaya, ada empat pendekatan tentang konteks, yaitu pendekatan situasional terhadap konteks, pendekatan fungsional, pendekatan pengembangan kognitif, dan pendekatan gaya. Di dalam pendekatan situasional terdapat lima konteks yaitu komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi publik, dan komunikasi massa.
Jadi, dalam berkomunikasi dengan orang lain, terdapat perbedaan ketika kita berkomunikasi dengan orang yang satu dan orang yang lainnya, atau antara berkomunikasi dengan orang yang lebih tua tentu akan berbeda dengan berkomunikasi dengan orang yang lebih muda. Karena setiap orang berkomunikasi sesuai dengan konteks dimana dia berada dan dengan siapa dia berhadapan.

Tidak ada komentar: