Hari ini pemilukada dilaksanakan di kota Aceh ku tercinta. Sejak kemarin, tempat-tempat yang digunakan sebagai tempat pemilihan sudah disusun rapi. Undangan pun sudah beberapa hari lalu disebarkan, meskipun masih ada warga yang tidak mendapatkan undangan.Tadi aku datang ke TPS di SMA negeri 5 Banda Aceh Darussalam sekitar jam 10 pagi. Dan tak lupa membawa undangan. Begitu masuk ke TPS 1, tak perlu mengantri langsung bisa nyoblos. Alhamdulillah prosesnya dipermudah dan tidak berbelit-belit J Namun, menurutku, ada kelemahan dalam pemilukada kali ini, yaitu bagi masyarakat yang sudah mendapat undangan tidak perlu memperlihatkan KTP lagi.
Seperti dirumahku saja, tersisa satu undangan milik abangku. Karena dia sudah pindah ke Calang, jadi dia memilih disana, namun disini dia tetap terdaftar dan mendapatkan undangan. Bisa saja kan undangan itu digunakan oleh orang lain yang belum cukup umur, lalu ke TPS dan mencoblos. Toh tidak ada bukti bahwa undangan tersebut bukan milik dia. Nah menurutku itu adalah salah satu kelemahan dari KIP tahun ini. Dan hari ini untuk yang pertama kalinya, aku bisa memilih dan ikut berpartisipasi di dalam pelaksanaan pemilukada. Untuk itu, aku mengikuti jalannya debat kandidat baik untuk pemilihan calon walikota maupun calon gubernur. Agar tak salah pilih nantinya. Memang kepintaran dalam berbicara/berdebat bukanlah sebuah tolak ukur pasti bahwa kedepannya calon kandidat mampu membangun Aceh dengan baik, namun itu bisa menjadi satu nilai plus bagi setiap calon. Karena kriteria calon pemimpin yang baik juga beragam. Salah satunya adalah kemampuannya dalam berkomunikasi dan mempengaruhi audiens. Namun selain itu, yang menjadi penilaian ku pada saat debat kandidat berlangsung adalah kecerdasan emosional dari para calon. Karena itulah unsur yang paling penting dalam memilih calon pemimpin. Bagaimana seorang pemimpin tidak hanya mampu berkomunikasi, tapi juga mampu menghargai pendapat lawan, mampu bersikap bijak, bertutur kata sopan, menahan emosi, dan banyak lainnya. Namun, pada saat acara debat kandidat calon walikota kemarin, aku merasa sedikit kecewa dengan calon yang aku jagokan. Tidak seperti yang aku harapkan. Calon jagoanku justru tidak bisa menghargai pendapat orang lain. Menurutku terkesan sombong. Dan hal itu mengurungkan niatku untuk memilihnya. Seharusnya, ketika kita berbicara, terlebih jika didepan umum, kita haruslah bisa menjaga citra diri dengan baik. Aku pernah mendengar kalimat “berpikirlah dulu sebelum berkata”. Jika yang kita lakukan justru sebaliknya, maka hasilnya tidak akan baik. Kata-kata yang keluar tanpa dipikirkan dan disaring terlebih dahulu, seringkali bisa menyakiti orang lain atau memancing konflik. Begitu pula ketika debat kandidat calon gubernur yang ditayangkan di Metro beberapa hari yang lalu. Itu juga membuka mata dan pikiranku untuk memilih yang sesuai dengan nuraniku. Bukan paksaan atau bujukan dari orang lain. Tapi memang pilihanku sendiri. Yang lucunya dalam acara debat kandidat calon gubernur malam itu adalah ada beberapa calon yang menjawab pertanyaan dari panelis “tidak kena sasaran”. Kalau bahasa sehari-harinya, “ditanya apa, dijawabnya apa = nggak nyambung”.
Dan itu membuat aku yang menonton merasa malu. Bisa dibayangkan itu ditayangkan di TV nasional yang disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Apa yang di pikirkan orang luar jika mereka menjawab pertanyaan seperti itu.
Namun, di akhir acara ada adegan yang menarik perhatianku. Yaitu saat Pasangan calon Irwandi-Muhyan bersalaman dan berpelukan dengan pasangan calon Zaini-Muzakkir. Semoga kemesraan itu menjadi langkah baru bagi Aceh yang damai dan sejahtera. Dan aku berharap siapapun calon yang terpilih nantinya mampu mengemban amanah dengan baik dan membawa Aceh ke kejayaan, kemakmuran, dan kesejahteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar