Sebuah penyakit yang sangat sulit dihilangkan
di negara-negara berkembang seperti Indonesia
adalah penyakit “konsumtif”. Kondisi dimana orang-orang tak lagi
bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan, karena garis tipis di
antara keduanya yang sangat sulit dilihat. Penyakit “konsumtif” seakan telah
menghipnotis masyarakat
Indonesia untuk terus terlena dan dimanjakan dengan
berbagai barang atau produk-produk instan tanpa melihat dampak dari
penggunaan barang-barang tersebut. Mengapa budaya konsumtif kerap “menghantui” negara-negara berkembang?
Karena tanpa disadari, sejak kecil anak-anak
sudah dibiasakan oleh orangtuanya dengan hal-hal yang praktis dan modern
sehingga sulit bagi mereka untuk membedakan yang mana keinginan
atau kebutuhan. Hal ini berdampak pada berkembangbiaknya penyakit konsumtif di
masyarakat. Kondisi ini yang kemudian membuat
masyarakat tidak begitu selektif dalam mengkonsumsi produk pangan maupun
non-pangan. Masyarakat cenderung membeli berdasarkan keinginan tanpa
memperdulikan apakah barang itu benar-benar berguna atau tidak. Untuk
menghilangkan penyakit konsumtif tersebut, yang harus dilakukan adalah
dengan menjadi konsumen cerdas. Konsumen cerdas adalah konsumen yang mampu
membedakan antara kebutuhan dan keinginan, yang
tidak mudah terbujuk dengan rayuan-rayuan iklan, yang berhati-hati ketika
membeli barang atau produk, serta mengetahui hak dan kewajibannya sebagai
konsumen.
Namun kenyataannya, jumlah konsumen cerdas ini sangat sedikit bila
dibandingkan dengan konsumen yang konsumtif.
Di dunia dengan teknologi yang semakin mutakhir seperti sekarang ini, konsumen
harus berhati-hati dalam memilih produk pangan maupun non-pangan. Banyak produsen yang menggunakan bahan-bahan berbahaya dalam pembuatan
produknya. Contoh kecilnya, penggunaan bahan
pewarna atau boraks dalam makanan, penggunaan bahan berbahaya seperti merkuri
dalam kosmetik, dan beberapa bahan berbahaya lainnya. Selain
itu, banyak juga produk yang tidak memenuhi persyaratan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional dan berlaku secara Nasional. Sampai saat ini jumlah SNI telah mencapai 6520 judul
dan sebanyak 84 produk sudah diberlakukan SNI wajibnya. Dengan diberlakukannya SNI, konsumen akan
mendapatkan jaminan terhadap kualitas produk yang beredar di pasaran. Ini merupakan salah satu bentuk
regulasi yang dilakukan pemerintah. Karena sejauh ini banyak sekali ditemukan produk-produk yang tidak
memenuhi persyaratan SNI. Berdasarkan
hasil pengawasan yang dilakukan oleh Kemendag secara keseluruhan selama kurun
waktu tahun 2012, telah
ditemukan 621 produk yang diduga tidak memenuhi ketentuan. Jumlah temuan ini
meningkat sebesar 28 produk dibandingkan tahun 2011. Dari temuan
tersebut, 61% merupakan produk impor dan 39% merupakan produksi dalam
negeri. Berdasarkan jenis
pelanggarannya, sebesar 34% produk diduga melanggar persyaratan SNI, 22%
diduga melanggar MKG, 43% diduga
melanggar ketentuan label dalam Bahasa Indonesia, serta 1% diduga tidak
memenuhi ketentuan produk yang diawasi
distribusinya. Sedangkan berdasarkan kelompok produk yang diduga tidak memenuhi ketentuan, sebanyak 39%
merupakan produk elektronika dan alat listrik, 20% produk alat rumah tangga, 13% produk suku cadang
kendaraan,serta sisanya adalah produk bahan bangunan, produk makanan minuman dan Tekstil dan Produk
Tekstil (TPT). Dari
hasil tersebut, dapat dilihat bahwa dari 621 produk yang diduga tidak memenuhi
ketentuan yang ditetapkan Kemendag,
61% merupakan produk impor dan 39% produk dalam negeri. Di sini perlu adanya
regulasi yang ketat oleh
pemerintah terhadap barang-barang impor yang masuk ke Indonesia. Dalam hal ini
pemerintah harus lebih
memproteksi produk-produk yang masuk ke dalam negeri, agar hanya produk-produk
berkualitas bagus dan memenuhi
ketentuan yang bisa bersaing di dalam negeri. Konsumen sangat memerlukan peran
pemerintah untuk melindungi
hak-hak konsumen agar mendapatkan kualitas produk terbaik. Selain peran
pemerintah, juga diperlukan
peran produsen untuk lebih memperhatikan kebutuhan konsumen, mengedepankan dan
melindungi hak-hak konsumen,
memberikan pelayanan yang terbaik dan mampu bersaing secara sehat. Perlindungan terhadap konsumen diatur dalam
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia,
yakni menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang
dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya. Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan
seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
· Undang
Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal
27, dan Pasal 33.
· Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
· Undang
Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha
Usaha Tidak Sehat.
· Undang
Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa.
· Surat
Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penanganan
pengaduan konsumen yang ditujukan
kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota.
· Surat
Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005
tentang Pedoman Pelayanan
Pengaduan Konsumen.
Setelah dua peran di atas dijalankan oleh
kedua pihak yakni pemerintah dan produsen, maka kemudian tugas konsumen lah yang harus berhati-hati dan
selektif dalam mengkonsumsi produk pangan maupun non-pangan.
Beberapa kiat yang harus dilakukan untuk
menjadi konsumen cerdas, yaitu :
1. Harus
mampu membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Belilah produk yang memang
dibutuhkan, bukan berdasarkan
karena keinginan. Karena jika konsumen selalu membeli produk berdasarkan pada
keinginannya, maka akan sangat sulit
menghilangkan penyakit konsumtif di dalam dirinya.
2. Paham
akan hak dan kewajiban sebagai seorang konsumen. Untuk menjadi konsumen cerdas
maka kita harus mengetahui hak dan kewajiban sebagai konsumen. Konsumen berhak
mendapatkan produk dengan kualitas
yang baik, mendapatkan kenyamanan, mendapatkan perlindungan dan advokasi,
mendapatkan kompensasi apabila
mengalami kerugian, memperoleh informasi yang benar tentang produk tanpa unsur
penipuan atau pemalsuan.
3. Memperhatikan
label, MKG dan masa kadaluarsa. Ketika membeli produk harus memperhatikan
labelnya, terutama bagi yang muslim
harus berhati-hati ketika membeli produk, apakah bersertifikasi “halal” atau tidak. Lihat juga komposisi produknya,
bahan-bahan apa saja yang digunakan, dan tidak lupa melihat batas waktu tanggal kadaluarsa. Karena jika tidak
teliti, maka konsumen bisa saja membeli produk yang sudah melewati masa berlakunya.
4. Sebagai
konsumen, jangan mudah terbujuk dengan “rayuan-rayuan” iklan. Karena banyak
konsumen yang menjadi korban
iklan. Mempercayai produk yang dilihat di iklan, tetapi setelah produk tersebut
dibeli dan digunakan, tidak
sesuai dengan apa yang ditampilkan di iklan.
5. Lebih
mencintai produk dalam negeri. Saat ini banyak sekali produk-produk impor
illegal, yang masuk ke Indonesia
tanpa izin sehingga dapat menjual produknya dengan harga murah. Sebagai
konsumen, harus berhati-hati terhadap produk-produk seperti ini. Lebih baik
mengkonsumsi produk dalam negeri yang memenuhi syarat dan ketentuan berlaku.
Ada beberapa kendala
yang dihadapi untuk menciptakan konsumen-konsumen cerdas yaitu kurangnya kesadaran dan pemahaman konsumen tentang pentingnya menjadi konsumen
cerdas. Banyak konsumen yang tidak sadar akan
pentingnya melindungi diri dan keluarga dari produk-produk yang bertebaran di
pasaran. Karena sebenarnya,
perlindungan konsumen yang paling mendasar adalah proteksi yang dilakukan dari
diri sendiri dan keluarga. Untuk itu, mendekati Hari Konsumen Nasional, 20 April 2013, Direktorat Jenderal Standarisasi dan Perlindungan
Konsumen, Kementerian Perdagangan RI menyelenggarakan “Lomba Menulis dan Kontes
SEO 2013 Konsumen Cerdas” untuk mengajak
generasi muda berpikir secara kreatif dan inovatif sehingga mampu menuangkan gagasannya melalui tulisan sehingga dapat di informasikan kepada
masyarakat luas, yang tujuannya untuk mengajak seluruh
elemen masyarakat menjadi konsumen-konsumen cerdas.
Karena konsumen cerdas paham akan
perlindungan konsumen. Konsumen cerdas tidak akan mudah tertipu dengan produk-produk palsu dan bermutu
rendah. Untuk itu, jika ingin
menjadi konsumen cerdas, maka harus lebih peka dan berhati-hati terhadap
produk-produk yang beredar di
pasaran. Jangan mudah tertipu dan harus cerdas saat membeli.
Beberapa kiat yang selalu
di sosialisasikan oleh Kementerian Perdagangan RI setidaknya
bisa menjadi pegangan bagi
setiap konsumen yaitu sebagai konsumen harus dapat menegakkan hak dan
kewajibannya, lakukanlah hal-hal ini, yaitu teliti sebelum membeli,
memperhatikan label, kartu manual garansi dan tanggal kadaluarsa, memastikan bahwa produk tersebut sesuai
dengan standar mutu K3L, serta membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan bukan keinginan. Jika konsumen dapat melakukan kiat-kiat yang
telah disebutkan di atas barulah konsumen dapat dikatakan sebagai konsumen cerdas dan tidak berpotensi
mengidap penyakit “konsumtif”.
2 komentar:
Tulisannya bagus dan sangat membuka wawasan aku yang blom paham tentang ini :)
wah, informasi yg bagus...
Posting Komentar