Malam semuanya, kali ini aku akan berbagi tentang kisah
anjing paling setia yang bernama Hachi. Kisah kesetiaan anjing ini begitu
terkenal hingga di film kan ke layar lebar dengan judul, Hachiko, A dog story. Ini merupakan film drama Amerika 2009 yang
disadur ulang dari film jepang produksi 1987, Hachiko Monogatari yang
dibintangi oleh Nakadai dan film tersebut sempat menggemparkan Jepang dan
mencetak rekor penjualan tiket sebesar 4 milyar yen.
Ini merupakan kisah nyata yang
terjadi pada 1924 di Jepang tentang hidup hachi dan majikannya, professor Ueno.
Hachi lahir
10 November 1923 dari induk bernama Goma-go dan anjing jantan bernama
Ōshinai-go, namanya sewaktu kecil adalah Hachi. Pemiliknya adalah keluarga
Giichi Saitō dari kota Ōdate, Prefektur Akita. Lewat seorang perantara, Hachi
dipungut oleh keluarga Ueno yang ingin memelihara anjing jenis Akita
Inu. Ia dimasukkan ke dalam anyaman
jerami tempat beras sebelum diangkut dengan kereta api yang berangkat dari
Stasiun Ōdate, 14 Januari 1924. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 jam,
Hachi sampai di Stasiun Ueno, Tokyo. Hachi menjadi anjing peliharaan
Profesor Hidesaburō Ueno yang mengajar ilmu pertanian di Universitas Kekaisaran
Tokyo. Profesor Ueno waktu itu berusia 53 tahun, sedangkan istrinya, Yae,
berusia 39 tahun. Profesor Ueno adalah pecinta anjing. Sebelum memelihara
Hachi, Profesor Ueno pernah beberapa kali memelihara anjing Akita Inu, namun
semuanya tidak berumur panjang. Di rumah keluarga
Ueno yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya, Hachi dipelihara bersama dua ekor
anjing lain, S dan John. Sekarang, lokasi bekas rumah keluarga Ueno
diperkirakan di dekat gedung Tokyo Department Sore sekarang. Ketika Profesor
Ueno berangkat kerja, Hachi selalu mengantar kepergian majikannya di pintu
rumah atau dari depan pintu gerbang. Di pagi hari, bersama S dan John, Hachi
kadang-kadang mengantar majikannya hingga ke Stasiun Shibuya. Di petang hari,
Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput. 21 Mei 1925, seusai
mengikuti rapat di kampus, Profesor Ueno mendadak meninggal dunia. Hachi terus
menunggui majikannya yang tak kunjung pulang, dan tidak mau makan selama 3
hari. Menjelang hari pemakaman Profesor Ueno, upacara tsuya (jaga
malam untuk orang meninggal) dilangsungkan pada malam hari 25 Mei 1925. Hachi
masih tidak mengerti Profesor Ueno sudah meninggal. Ditemani John dan S, ia
pergi juga ke stasiun untuk menjemput majikannya. Nasib malang ikut menimpa
Hachi karena Yae harus meninggalkan rumah almarhum Profesor Ueno. Yae ternyata
tidak pernah dinikahi secara resmi. Hachi dan John dititipkan kepada salah
seorang kerabat Yae yang memiliki toko kimono di kawasan Nihonbashi. Namun cara
Hachi meloncat-loncat menyambut kedatangan pembeli ternyata tidak disukai. Ia
kembali dititipkan di rumah seorang kerabat Yae di Asakusa. Kali ini, kehadiran
Hachi menimbulkan pertengkaran antara pemiliknya dan tetangga di Asakusa.
Akibatnya, Hachi dititipkan ke rumah putri angkat Profesor Ueno di Setayaga.
Namun Hachi suka bermain di ladang dan merusak tanaman sayur-sayuran.
Pada
musim gugur 1927, Hachi dititipkan di rumah Kikusaburo Kobayashi yang menjadi
tukang kebun bagi keluarga Ueno. Rumah keluarga Kobayashi terletak di kawasan
Tomigaya yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya. Setiap harinya, sekitar
jam-jam kepulangan Profesor Ueno, Hachi terlihat menunggu kepulangan majikan di
Stasiun Shibuya. Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu majikannya di stasiun
mengundang perhatian Hirokichi Saitō dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang.
Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saitō
menulis kisah sedih tentang Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya ke harian
Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya
rōken monogatari ("Kisah Anjing Tua yang Tercinta"). Publik
Jepang akhirnya mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu
kepulangan majikan. Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang,
dan orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu pula,
akhiran kō (sayang) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan orang-orang
memanggilnya Hachikō. Sekitar tahun 1933, kenalan Saitō, seorang
pematung bernama Teru Andō tersentuh dengan kisah Hachikō. Andō ingin membuat
patung Hachikō. Setiap hari, Hachikō dibawa berkunjung ke studio milik Andō
untuk berpose sebagai model. Andō berusaha mendahului laki-laki berumur yang
mengaku sebagai orang yang dititipi Hachikō. Orang tersebut menjual kartu pos
bergambar Hachikō untuk keuntungan pribadi. Pada bulan Januari 1934, Andō
selesai menulis proposal untuk mendirikan patung Hachikō, dan proyek pengumpulan
dana dimulai. Acara pengumpulan dana diadakan di Gedung Pemuda Jepang (Nihon
Seinenkan), 10 Maret 1934. Sekitar tiga ribu penonton hadir untuk melihat Hachiko.
Patung perunggu Hachikō akhirnya selesai dan diletakkan di depan Stasiun
Shibuya. Upacara peresmian diadakan pada bulan April 1934, dan disaksikan
sendiri oleh Hachikō bersama sekitar 300 hadirin. Andō juga membuat patung lain
Hachikō yang sedang bertiarap. Setelah selesai pada 10 Mei 1934, patung
tersebut dihadiahkannya kepada Kaisar Hirohito dan permaisuri Kojun. Selepas
pukul 06.00 pagi, tanggal 8 Maret 1935, Hachikō, 13 tahun, ditemukan sudah
tidak bernyawa di jalan dekat Jembatan Inari, Sungai Shibuya. Tempat tersebut
berada di sisi lain Stasiun Shibuya. Hachikō biasanya tidak pernah pergi ke
sana. Berdasarkan otopsi diketahui penyebab kematiannya adalah filariasis. Upacara perpisahan dengan Hachikō dihadiri
orang banyak di Stasiun Shibuya, termasuk janda almarhum Profesor Ueno,
pasangan suami istri tukang kebun Kobayashi, dan penduduk setempat. Biksu dari
Myōyū-ji diundang untuk membacakan sutra. Upacara pemakaman Hachikō berlangsung
seperti layaknya upacara pemakaman manusia. Hachikō dimakamkan di samping makam
Profesor Ueno di Pemakaman Aoyama. Bagian luar tubuh Hachikō diopset, dan
hingga kini dipamerkan di Museum Nasional Ilmu Pengetahuan, Ueno, Tokyo.
Pada 8 Juli 1935, patung Hachikō didirikan di kota kelahiran Hachikō di Ōdate.
Tepatnya di depan Stasiun Ōdate. Patung tersebut dibuat serupa dengan patung
Hachikō di Shibuya. Dua tahun berikutnya (1937), kisah Hachikō
dimasukkan ke dalam buku pendidikan moral untuk murid kelas 2 sekolah rakyat di
Jepang. Judulnya adalah On o wasureruna (Balas Budi Jangan Dilupakan).
Pada
tahun 1944, di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, patung perunggu Hachikō
ikut dilebur untuk keperluan perang. Patung pengganti yang sekarang berada di
Shibuya adalah patung yang selesai dibuat bulan Agustus 1948. Patung tersebut
merupakan karya pematung Takeshi Ando, anak laki-laki Teru Ando. Pintu keluar
Stasiun JR Shibuya yang berdekatan dengan patung Hachiko disebut Pintu Keluar
Hachikō. Sewaktu didirikan kembali tahun 1948, patung Hachikō diletakkan di
bagian tengah halaman stasiun menghadap ke utara. Namun setelah dilakukan
proyek perluasan halaman stasiun pada bulan Mei 1989, patung Hachikō dipindah
ke tempatnya yang sekarang dan menghadap ke timur. Film Hachiko Monogatari
karya sutradara Seijirō Kōyama mulai diputar di Jepang, Oktober 1987. Pada
bulan berikutnya diresmikan patung Hachikō di kota kelahirannya, Ōdate. Monumen
peringatan ulang tahun Hachikō ke-80 didirikan 12 Oktober 2003 di lokasi rumah
kelahiran Hachikō di Ōdate. Sebuah drama spesial tentang Hachikō ditayangkan
jaringantelevisi Nippon
Television pada tahun 2006. Drama sepanjang dua jam tersebut diberi judul Densetsu
no Akitaken Hachi (Legenda Hachi si Anjing Akita)
gimana pendapat kalian setelah membaca kisahnya Hachi? Mengharukan banget kan :)
Seorang anjing bisa begitu setia kepada majikannya. Kita harus banyak belajar tentang arti kesetiaan pada seekor anjing. Mereka jauh lebih pintar dan tahu caranya membalas budi.
Semoga kita semua bisa mengambil banyak pelajaran dari kisah ini dan menjadi orang yang lebih baik setiap harinya :)
gimana pendapat kalian setelah membaca kisahnya Hachi? Mengharukan banget kan :)
Seorang anjing bisa begitu setia kepada majikannya. Kita harus banyak belajar tentang arti kesetiaan pada seekor anjing. Mereka jauh lebih pintar dan tahu caranya membalas budi.
Semoga kita semua bisa mengambil banyak pelajaran dari kisah ini dan menjadi orang yang lebih baik setiap harinya :)
1 komentar:
Filmnya bisa mmbuat kita meneteskan air mata.
Posting Komentar